KULIAH TAK GENTAR, LANGKAH AWAL MENGGAPAI MIMPI





Utlub al ‘Ilma Min al Mahdi Ila Al-Lahdi; Tuntutlah ilmu mulai dari Buaian sampai ke liang lahat. Kurang lebih seperti itulah bunyi salah satu hadits Rosulullah SAW yang menjadi bukti betapa pentingnya menuntut ilmu baik menurut agama islam maupun secara umum. Dan secara pribadi, hadits tersebut menjadi prinsip dalam diri saya sejak pertama kali mendengarkannya di pendidikan diniah saya. Hadits tersebut juga merupakan salah satu tonggak kuat yang saya tancapkan dalam diri saya bahwa jejak pendidikan saya tidak boleh berhenti hanya
sampai di sini (MA/SMA)saja, tetapi harus tetap berlanjut apapun dan bagaimanapun saya meraihnya.”
Kuliah. Ketika mendengar kata itu, hal pertama yang terlintas dalam benak kita dan kebanyakan orang terutama mereka yang hidup di pedesaan dan memilliki kehidupan sederhana bahkan kekurangan pastilah mengenai mahalnya harga yang harus dibayar untuk menyandang sebuah titel mahasiswa. Sejatinya dan memang seharusnya, masalah biaya bukanlah hambatan bagi mereka yang ingin melanjutkan pendidikan.
Sesuai dengan UUD 1945  untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan keadilan bagi seluruh rakyat Indoensia, serta UU Nomor 20/2003 tentang sistem pendidikan nasional di sebutkan bahwa setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu, bahkan warga negara yang memiliki kelainan fisik,emosional,mental,intelektual,dan sosial berhak memperoleh pendidikan khusus,demikian pula untuk warga di daerah terpencil serta masyarakat adat yang terpencil berhak memperoleh layanan khusus. Dari UU diatas maka bisa dimenegrti bahwa Negara berkewajiban untuk memberikan pendidikan kepada rakyat secara merata. Bukan hanya bagi kaum kaya tetapi juga rakyat miskin bahkan mereka yang menyandang cacat. Semua berhak mendapatkan pendidikan yang sama.
Selama ini, hanya segelintir orang saja yang mampu mendapakan pendidikan sampai bangku perkuliahan. Apalagi dalam masyarakat pedesaan ataupun kota-kota kecil. Masihlah sangat minim. Bukan karena minat siswa atau masyarakat untuk menempuh pendidikan rendah. Tetapi lebih kepada mindset yang telah berkembang di masyarakat seperti; pendidikan perguruan tinggi itu mahal, sekolah itu tidak menghasilkan dan hanya membuang-buang uang, masyarakat lebih memilih anaknya bekerja dari pada melanjutkan kuliah.
Pendidikan kita selama ini seperti telah dikomersilkan. Sebagaimana telah jadi rahasia umum, dimana biaya yang harus kita bayar untuk masuk perguruan tinggi sesuai dengan seberapa tinggi grade jurusan yang kita ambil. Semakin tinggi grade dan prospek kerjanya maka semakin mahal pula biayanya. Meskipun juga hal tersebut belum pasti menentukan masa depan kita seperti apa nantinya
Sebut saja di fakultas kedokteran yang selama ini sealu menjadi primadona, untuk sekali masuk saja biaya yang harus kita keluarkan minimal 50 sampai 100 juta rupiah. Untuk jurusan-jurusan biasa di universitas negri (PTN), biasanya sekali kita masuk biaya yang diperlukan berkisar 5 juta. Sedangkan di perguruan tinggi agama negri (PTAIN) minimal biayanya 2,5 juta. Angka-angka tersebut tentu bukan hal kecil bagi masyarakat kecil dan kurang mampu yang masih begitu ‘merata’ di Negeri kita. Belum lagi biaya hidup yang harus dikeluarkan selama masa kuliah. Inilah yang tertanam di mindset masyarakat kita, sehingga mereka melihat perkuliahan sebagai barang mewah, sehingga banyak siswa yang sebenarnya memiliki keinginan untuk kuliah kemudian harus tertunda bahkan terputus karena pemikiran orang tua yang melihatnya sebagai hal yang begitu mahal dan tidak perlu.
Semua hal yang serba mahal diatas yang kemudian membuat masyarakat menyerah untuk melanjutkan pendidikan anaknya sampai ke perguruan tinggi, meskipun anak sendiri sebenarnya punya keinginan besar. Bagi yang mendapat izin untuk melanjutkan, mereka akan menghidupi kehiupannya dan kuliahnya.
Ada cara lain memang, yakni melalui beasiswa. Sekarang ini sudah banyak beasiswa yang diberikan baik untuk mereka yang berprestasi maupun kurang mampu. Tetapi dulu, untuk mendapat beasiswa pun bukan hal yang mudah seperti sekarang. Dulu beasiswa yang diberikan memang lebih diperuntukkan bagi mereka yang berprestasi, tetapi itu pun sering dipolitisasi dan dikomersilkan untuk diberikan kepada orang-orang kaya.
Selain dari pada itu, kuliah yang membutuhkan biaya besar, sangat besar bahkan bagi masyarakat miskin, tidak menjamin lulusannya untuk bisa menjadi sukses. Seperti digambarkan oleh Iwan Fals di lagunya sarjana muda yang menggambarkan kehidupan para sarjana yang tetap kesulitan dalam menjalani kehidupannya. Sehingga banyak dari masyarakat kita yang berfikiran bahwa kuliah tidaklah penting dan lebih suka anak-anaknya bekerja membantu menjadi tulang-punggung keluarga dari pada kuliah dan menghabiskan uang.
Melihat banyaknya permasalahan pemerataan keterjangkauan pendidikan, banyak pengamat pendidikan yang terus melakukan kritik dan masukan kepada pemerintah dari segala segi. Mulai dari anggaran pendidikan, sistem pendidikan, kualitas dan kuantitas pelaku pendidikan sampai pemerataan pendidikan yang masih menimbulkan ketimpangan yang begitu dalam. Dengan berbagai kritik yang dilancarkan secara intens dan pengevaluasian berkala dari pemerintah, akhirnya pemerintah mengeluarkan kebijakan-kebijakan unuk meningkan kualitas pendidikan dan pemerataan pendidikan terutama bagi para rakyat miskin.
Banyak usaha yang sudah mereka lakukan guna memenuhi target mereka, yaitu menciptakan generasi yang mampu bersaing dalam dunia global. Yang terbaru adalah kebijakan Kemendikbud untuk menyiapkan Generasi Emas 2045 yang diproyeksikan akan menjadi tonggak kemajuan Indonesia pada 100 tahun kemerdekaan Indonesia yang disiapkan sebagai hadiah Ulang Tahun Kemerdekaan.
Setidaknya ada 3 strategi yang ditetapkan pemerintah untuk menanggapi permasalahan pendidikan nasional, yaitu: Pertama, mengeluarkan kebijakan wajib belajar sembilan tahun menjadi 12 tahun, dengan target adalah meningkatkan APK (angka partisipasi kasar) sebesar 97 persen. Yang terbaru, pemerintah juga mengeluarkan kebijakan untuk juga meningkatkan APK untuk tingkat SMA/sederajat dan Perguruan Tinggi yang di tergetkan mencapai 97 persen pada tahun 2020.
Strategi kedua adalah meningkatkan akses keperguruan tinggi dengan acuan undang undang no.12 tahun 2012 tentang pendidikan tinggi yang mewajibkan pemerintah untuk mengadakan sedikitnya satu akademi komunitas di setiap kabupaten dan satu universitas atau satu politeknik di setiap provinsi, dengan harapan kesempatan untuk menikmati bangku perguruan tinggi semakin terbuka bagi warga negara di seluruh pelosok negeri ini. Tentunya di dorong dengan penyesuaian biaya perkuliahan dengan kemampuan masyarakat setempat. Ditambah lagi dengan pemberian beasiswa bagi mahasiswa yang berprestasi dan/atau miskin baik dari pemerintah maupun dari kampus sendiri untuk memeratakan ketejangkauan pendidikan perguran tinggi. Salah satu contoh beasiswa yang telah diberikan adalah; Beastudi ETOS yang bekerjasama dengan lembaga sosial, BIDIKMISI bagi mahasiswa miskin berprestasi, PBSB bagi santri-santri pondok pesantren yang berprestasi serta beasiswa miskin dari kampus masing-masing untuk meringankan biaya kuliah mahasiswa.
Stategi yang ke tiga adalah merevisi kurikulum untuk tingkat pendidikan SD,SMP dan SMA. Kurikulum ini di persiapkan untuk menggodok karakter bagi generasi masa depan yang memerlukan tingginya kreativitas, persaingan global dan sikap motivasi. Dan strategi ini sekarang masih dalam proses percobaan. Yaitu percobaan pemberlakuan Kurikulum 2013 yang sekarang terus dievaluai dan dipersiapkan untuk siap diaplikasikan secara penuh pada tahun ajaran  baru 2013-2014 mendatang.
Dalam perihal angaran dan pendanaan, pemerintah telah mengalokasikan 20% dari APBN (anggaran pendapatan dan belanja negara) untuk pendidikan anak-anak negeri, termasuk untuk pemerataan pendidikan bagi masyarakat yang tidak mampu melalui bantuan-bantuan pendidikan dan beaiswa di tingkat pendidikan dasar, perenofasian gedung-gedung sekolah, serta bantuan dan beasiswa untuk melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi.
Tetapi bagaimanapun juga, semua kebijakan dan usaha pemerintah dalam meningkatkan kualitas pendidikan kan hanya menjadi utopia dan mimpitanpa bantuan dari semua pihak. Baik guru, peajar juga masyarakat haruslah turut mendukung kinerja pemerintah. Karena dalam pelaksanaannya mereka (guru dan pelajar) lah yang menjadi ujung tombak dan penentu keberhailan dari program itu sendiri. Apa gunanya semua sarana pendidikan dan bantuan jika masyarakat sebagai pelaku tidak ada yang peduli dan mau untuk menempatkan anak-anaknya menjadi siswa/mahasiswa disana?
Jadi, sekarang adalah bagaimana menumbuhkan kesadaran akan pentingnya pendidikan bukan hanya pendidikan dasar tetapi juga perguruan tinggi. Karena dengan semakin terbukanya persaingan global dan pergaulan kehidupan akibat modernisasi dan gobalisasi, tanpa memiliki tingkat pendidikan yang memadai, Negara kita bisa saja kembali terjajah dan seperti kata Bung Karno menjadi Bangsa Buruh bagi Negara lain. Tentu kita tidak mau hal tesebut terjadi.
Selain itu masyarakat juga tetap harus sadar, meskipun sekarang akses pendidikan perguruan tinggi makin mudah dan banyak bantuan dari pemerintah, bukan berarti semuanya akan begitu saja menjadi mudah. Bagaimanapun juga kehidupan perguruan tinggi berbeda sama sekali dengan tingkat pendidikan dibawahnya. Disini mahasiswa harus benar-benar mandiri dan menghadapi kehidupan yang sesungguhnya awal dari jalan hidup mereka nantinya.
Disinilah yang harus disadari, bahwa kehidupan untuk bertahan di dunia perkuliahan juga tidaklah mudah. Selain menghadapi persaingan yang semakin ketat dalam bidang akademi, goncangan kepribadian juga akan sangat terasa di lingkungan kampus dimana semua telah dianggap dewasa. Belum lagi untuk bertahan hidup, mencari makan dan kebutuhan lain dimana kita benar-benar diajari untuk mandiri. Itu semua tidak mudah dan para orang tua harus merelakan anak mereka untuk berjuang dan katakanlah sedikit menderita. Karena ini adalah tingkat lanjut penetapan jati diri dan karakter dari mahasiswa itu sendiri.
Sebagai mahasiswapun selayaknya faham dan mengerti bagaimana kehidupan kita disini dimulai. Entah dari mana asal kalian, baik desa pun kota, disini semua sama dan harus berjuang. Terlebih bagi yang berasal dari pedesaan dan kurang mampu. Ini adalah fase lain dari peruangan yang haru dihadapi untuk mewujudkan mimpi-mimpi masa kecil yang hidup dibenak kita. Penulis sebagai salah satu orang yang berasal dari desa dan berjuang keras untuk bertahan dikota selama ini, demi mencari sepercik kesempatan untuk dapat menempuh dunia perkuliahan telah merasakan betapa kerasnya hidup dan bagaimana kita tak dapat hanya diam untuk meraih semua mimpi. Kuliah adalah gerbang awal untuk mengenyam pendidikan lebih tinggi sebagai tangga meraih mimpi. Selama ini tak ada rasa gentar untuk terus berjuang menuju bangku kuliah sebagai langkah awal menggapai setiap mimpi.

Post a Comment

Post a Comment (0)

Previous Post Next Post